Mojokerto dahulu disebut sebagai Japan, merupakan pintu masuk delta Brantas sebelah barat yang sangat subur dan berada pada posisi strategis. Sungai Brantas sebagai salah satu urat nadi lalu lintas antar perekonomian menjadikannya sebagai lahan perebutan pihak dengan perbedaan kepentingan. Salah satu upaya menjembatani perbedaan kepentingan adalah melalui pembagian daerah dalam perjanjian Giyanti tahun 1755 yang menyebutkan wilayah Mataram dibagi menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Atas dasar pembagian tersebut, wilayah Japan (Mojokerto) dan Wirosobo yang masuk dalam wilayah Mataram juga terbagi peruntukannya. Wilayah Japan (Mojokerto) untuk Kasultanan Yogyakarta dan Wirosobo (Mojoagung) untuk Kasunanan Surakarta. Perjanjian lainnya antara Hamengku Buwana III dan Gubernemen Inggris (Raffles) menyatakan bahwa Sultan menyerahkan Japan dan beberapa lainnya ke Inggris. Pada masa pemerintahan Raffles, Sunan Surakarta dan Sultan Yogyakarta bersekutu untuk melawan Inggris namun mengalami kegagalan. Sebagai hukumannya Sunan Surakarta dipaksa untuk menyerahkan daerah Wirosobo, Kedu, Pacitan dan Blora kepada Inggris. Setelah pemerintah Inggris meninggalkan Indonesia tahun 1816 masa pemerintahannya beralih ke Belanda. Pada masa ini wilayah Wirosobo dan Japan disatukan kembali dengan Kabupaten Japan beralih menjadi Mojokerto dengan Wirosobo didalamnya. (Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Mojokerto)